Gay Aceh Di Cambuk 2017



Dua orang pria di provinsi Aceh, Indonesia, masing-masing menghadapi hukuman cambuk dengan rotan 100 kali setelah tetangganya melaporkan mereka kepada polisi agama Islam karena melakukan hubungan seks.

Marzuki, kepada penyelidik polisi Shariah, mengatakan hari Sabtu (8/4) bahwa apabila didapati bersalah, pria itu akan menjadi orang-orang yang pertama dicambuk dengan rotan karena hubungan seks sesama jenis berdasarkan undang-undang baru yang diberlakukan dua tahun lalu.

Penduduk di sebuah kampung ibukota Banda Aceh melaporkan kedua pria berusia 23 dan 20 tahun itu, kepada polisi Shariah tanggal 29 Maret, kata Marzuki, yang hanya mempunyai satu nama.

Ia mengatakan pria tersebut telah “mengaku” pasangan gay dan bahwa ini didukung oleh gambar-gambar video yang diambil oleh penduduk dan telah beredar online. Video itu menunjukkan salah seorang pria itu tanpa busana dan tampak sedang susah, sementara ia tampaknya tengah menelpon untuk meminta pertolongan melalui telepon genggamnya. Pria lainnya berkali-kali didorong oleh pria lain yang menghambat pasangan itu keluar dari kamar tersebut.

Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang memberlakukan hukum Syariah, sebagai konsesi dari pemerintah pusat tahun 2006 untuk mengakhiri perang bertahun-tahun dengan kaum separatis.

Undang-undang Syariah yang diberlakukan dua tahun yang lalu mengizinkan hukuman cambuk 100 kali atas pelanggaran moral, termasuk berhubungan seks dengan sesama jenis kelamin. Cambukan dengan rotan juga hukuman atas perselingkuhan, berjudi, minum minuman keras, perempuan yang mengenakan pakaian ketat dan pria yang membolos sembahyang Jumat.

Marzuki mengatakan penduduk di daerah Rukoh Banda Aceh mencurigai kedua pria itu karena mereka sering tampak sangat akbrab, dan berusaha memergoki mereka sedang berbuat.

“Berdasarkan penyelidikan kami, keterangan para saksi dan bukti, kami dapat membuktikan bahwa mereka melanggar hukum syariah Islam dan kami dapat mengajukan mereka ke pengadilan,” kata Marzuki.

Homoseksualitas dianggap illegal di Indonesia, tetapi peninjauan kembali sedang dipertimbangkan oleh Mahkamah Konstitusi yang berusaha mengkriminalisasi hubungan seks di luar perkawinan dan hubungan seks antar sesama jenis kelamin.

Kelompok-kelompok HAM telah mengkritik aturan tersebut karena melanggar traktat-traktat internasional yang ditandatangani oleh Indonesia untuk melindungi hak-hak kaum minoritas.

Aceh telah resmi memberlakukan hukum pidana syariah atau qanun jinayat, menurut pejabat pemerintah lokal akhir pekan lalu, yang mempidanakan perzinahan, homoseksualitas dan ekspresi kasih sayang di depan publik di luar pernikahan.

Aturan di Aceh menyebutkan bahwa siapa pun yang tertangkap basah melakukan hubungan seks homoseksual akan menghadapi sampai 100 hukuman cambuk, denda sampai 1 kilogram emas dan penjara sampai 100 bulan. Pelaku perzinahan juga akan dihukum cambuk 100 kali, tapi tidak dihukum denda atau penjara.

Aturan baru ini juga mengkriminalisasi pemerkosaan dan pelecehan seksual. Mereka yang bersalah akan dihukum cambuk 40 kali atau lebih.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan pemberlakuan aturan ini. Ini menjadi payung untuk pemberlakuan aturan Islam," ujar Syahrizal Abbas, kepala departemen hukum syariah pada pemerintahan Aceh.

"Mereka yang non-Muslim dapat memilih apakah akan dihukum berdasarkan aturan syariah atau undang-undang pidana Indonesia yang biasa," tambahnya. Warga non-Muslim di Aceh mencakup sekitar 1 persen dari jumlah penduduk keseluruhan.

Aturan pidana nasional tidak mengatur homoseksualitas dan pemerintah pusat tidak memiliki kewenangan untuk mengatur undang-undang daerah. Namun versi awal aturan yang menghukum pelaku perzinahan dengan hukuman rajam sampai mati dihapuskan karena tekanan dari pemerintah pusat.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah mengkritik aturan tersebut, yang disebut melanggar traktat-traktat internasional yang ditandatangani oleh Indonesia untuk melindungi hak-hak kaum minoritas.

"Ini tidak melanggar HAM. Sebaliknya, malah meninggikan harkat manusia," ujar Abbas.

Kelompok-kelompok HAM memperingatkan bahwa aturan baru itu dapat mengkriminalisasikan seks konsensual dan menciptakan kendala untuk pelaporan pemerkosaan.

"Menghukum siapa pun yang melakukan hubungan seks secara suka sama suka dengan hukuman cambuk 100 kali adalah sesuatu yang tercela," ujar Josef Benedict, direktur kampanye Amnesty International untuk Asia Tenggara, dalam sebuah pernyataan.

"Ini pelanggaran HAM secara menyolok dan harus segera dicabut."

Aceh diberi otonomi khusus tahun 2005 sebagai bagian dari persetujuan dengan pemerintah pusat untuk mengakhiri kekerasan separatis selama puluhan tahun, dan kemudian dapat memberlakukan aturan syariah.

Awal tahun ini, sebuah kabupaten di Aceh memberlakukan peraturan daerah yang mewajibkan sekolah-sekolah untuk memisahkan murid laki-laki dan perempuan, dan daerah lainnya melarang perempuan membonceng sepeda motor dengan duduk mengangkang.

Aceh akan mengesahkan aturan yang melarang hubungan seks sesama jenis dan untuk pertama kalinya memberlakukan hukum syariah dan hukuman untuk non-Muslim.

Hubungan seks sesama jenis dapat dihukum dengan hukuman cambuk 100 kali di Aceh jika dewan perwakilan daerah lokal mengesahkan rancangan peraturan yang menurut para kritik melanggar hak-hak asasi manusia.

Aceh telah menjalankan hukum syariah secara perlahan sejak 2001. Rancangan peraturan yang diterima kantor berita AFP, Sabu (20/9), berisi larangan hubungan seks anal antara pria dan "menggosok-gosokkan anggota tubuh antara perempuan untuk stimulasi", dan untuk pertama kalinya memberlakukan hukum syariah dan hukuman untuk non-Muslim.

Aturan itu juga menghukum perzinahan dengan cambuk rotan 100 kali.

Aturan tersebut memperkuat aturan syariah sebelumnya yang melarang konsumsi alkohol, judi, pertemanan antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah, dan memperlihatkan luapan kasih sayang secara fisik di luar pernikahan, seperti sentuhan dan ciuman.

Hukum cambuk di Aceh seringkali dilakukan dengan tongkat rotan panjang dan ditujukan untuk mempermalukan, bukan menyebabkan kesakitan. Aturan itu mengizinkan pembayaran denda berbentuk emas atau hukuman penjara sebagai alternatif atas cambuk.

Delapan pria pada Jumat dicambuk karena berjudi di Banda Aceh, ditonton oleh sekitar 1.000 orang, beberapa diantaranya merekam adegan tersebut dengan video dan bersorak sorai.

Rancangan peraturan kali ini merupakan versi yang diperhalus dari aturan sebelumnya, yang memicu kemarahan masyarakat internasional ketika disahkan oleh parlemen Aceh pada 2009 karena mencakup hukuman rajam sampai mati sebagai hukuman atas perzinahan. Aturan tersebut kemudian dibatalkan oleh gubernur.

Ramli Sulaiman dari Partai Aceh, yang mengepalai komisi yang membuat rancangan peraturan tersebut, mengatakan mayoritas anggota parlemen tampak mendukung rancangan aturan tersebut yang bisa disahkan paling cepat Senin.

"Kami telah mempelajari pemberlakukan syariah di negara-negara seperti Arab Saudi, Brunei Darussalam dan Yordania untuk membuat rancangan ini dan kami senang dengan hasilnya," ujarnya.

Namun Direktur Jenderal Otonomi Daerah di Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, mengatakan sebelumnya bahwa pihaknya dapat membatalkan aturan tersebut jika melanggar hak asasi manusia.

Amnesty International telah mengekspresikan kekhawatiran atas aturan tersebut dan menyerukan pengakhiran hukuman cambuk di Aceh, dengan mengatakan bahwa hal tersebut melanggar aturan internasional mengenai penyiksaan dan hak, dan juga melanggar konstitusi Indonesia.

Jika gubernur Aceh mengesahkan peraturan itu, diduga ini bisa memicu pelanggaran atas hak-hak kaum minoritas, meningkatnya fundamentalis militan di wilayah itu dan menjauhkan investor.

Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki sistem hukum berdasarkan UU sipil Belanda dan peraturan pemerintah Indonesia. Tetapi setelah kompromi dengan separatis pada tahun 2001, provinsi Aceh di Sumatera bagian utara, diperbolehkan menerapkan hukum Syariah. Sejak perjanjian perdamaian itu dan tsunami mematikan yang menghancurkan sebagian besar Aceh, penerapan hukum Syariah semakin ketat di wilayah itu.

Hakim di Aceh menjatuhkan hukuman cambuk terhadap seorang pelaku kejahatan yang terbukti bersalah baru-baru ini. Laki-laki itu dan lima anggota keluarga lain dicambuk di depan umum sebanyak lima sampai delapan kali karena berjudi di sebuah kedai kopi.

Pencambukan semacam itu semakin sering terjadi belakangan ini di Aceh, bukan hanya karena berjudi, tetapi juga karena minum miras dan melakukan hubungan yang dianggap tidak senonoh. Para pelakunya dapat dicambuk, dipenjara atau diharuskan membayar denda dengan emas.

Polisi-polisi Syariah menarget perempuan yang mengenakan pakaian yang dianggap tidak sopan – seperti berpakaian ketat atau tidak memakai jilbab dengan sepantasnya. Baik perempuan maupun laki-laki dapat ditangkap jika tidak menutupi kakinya.

Para aktivis hak-hak sipil setempat, seperti Ayu Ningsih, mengatakan hukum Syariah tidak dikehendaki atau diperlukan di tempat yang menurutnya sudah “99 persen Islami.”

“Aparat yang menjalankan kebijakan syariah itu yang salah interpretasinya, makanya perempuan menjadi korban,” kata Ayu.

DPRD Aceh baru-baru ini menyetujui hukuman yang lebih keras untuk berbagai pelanggaran yang lebih luas, termasuk seks di luar nikah dan seks sesama jenis. Dan para anggota DPRD Aceh juga memilih untuk menerapkan hukum Syariah bagi 90,000 non-Muslim di Aceh, termasuk warga asing.

Hal itu memicu kekhawatiran bahwa jika gubernur Aceh mengesahkan peraturan itu, maka warga Katolik, misalnya, tidak akan dapat melakukan Misa, karena dalam komuni, orang meneguk sedikit anggur.

Menanggapi hal tersebut, Profesor Yusny Saby dari Universitas Islam Negeri Ar-Raniry mengatakan,“Menurut saya, mereka berhak melakukan Komuni atau apapun yang mereka inginkan. Tidak masalah kalau itu dilakukan di tempat mereka sendiri, di gereja atau di rumah. Tetapi tidak di jalan umum karena itu akan merupakan provokasi.”

Bukan hanya umat Kristen yang semakin merasa terancam di Aceh. Gubernur sebelumnya, pada tahun 2011, menyatakan bahwa beberapa kelompok non-Sunni menganut apa yang disebutnya “ajaran sesat.”

Ada juga kekhawatiran mengenai kemungkinan bahwa meningkatnya fundamentalisme akan menarik militan ke wilayah yang pernah dilanda pemberontakan Islam itu.

Dan itu dapat mencegah investasi ke provinsi yang kaya sumber daya, seperti minyak dan gas lepas pantai, pertambangan, kopi dan karet, serta pantai-pantai Sumatera yang yang masih asli yang dapat menarik jauh lebih banyak wisatawan.

Pasangan sesama jenis ditangkap oleh warga menghebohkan dunia maya setelah video mereka saat sedang ditangkap tersebar.

Dalam video itu mereka tidak dapat berkutik lagi hingga membuat pelaku gusar dan harus menghungi keluarganya saat tertangkap.

"Kami ketangkap bang di Unsyiah bang," ujar seorang dalam video tersebut tanpa mengenakan sehelai pakaian pun dan hanya tampak menutupi alat vitalnya paha kakinya saat direkam.

Dia tampak menghubungi seseorang dari balik ponselnya melaporkan kalau dirinya telah berbuat mesum. "Bang kami tertangkap lagi mesum bang," tambahnya lagi usai menerima tamparan dari sesorang yang menangkap mereka.

Seperti yang dikutip dari kanalacehcom , mereka ditangkap karena melakukan hubungan seksual sesama jenis pada Selasa (28/3/2017) malam sekira pukul 23:00 WIB di Darussalam Banda Aceh.

Simak videonya di sini !

Dua pemuda tersebut berinisial HB dan MT, mereka melakukan hubungan tersebut di kost milik HB.
Kasie Penyelidikan dan Penyidikan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan WH Aceh, Marzuki mengatakan ditangkapnya kedua pasangan homoseksual atas kecurigaan warga kepada dua pemuda tersebut.

“Apalagi warga pernah melihat keduanya sering bermesra-mesraan saat berduaan dan warga pun memantau kedua pemuda itu,” katanya saat dijumpai diruangannya, Rabu (29/3).

Saat ditangkap warga, kata dia, kedua pemuda itu sedang melakukan hubungan badan dan menemukan barang bukti berupa alat kontrasepsi dan barang bukti lainnya.

Dari pengakuan keduanya, lanjutnya, mereka sudah berhubungan selama tiga bulan dan sudah dua kali melakukan hubungan badan.

Sementara, pengakuan MT dulu ia pernah pacaran dan pernah melakukan hubungan badan dengan pasangan sesama jenisnya di Medan, sementara HB baru pertama kali melakukan hubungan badan dengan MT.

Setelah ditangkap warga, kedua pasangan homoseksual itu diserahkan ke Satpol PP dan WH Aceh untuk proses hukum selanjutnya.

Kejadian hubungan sesama jenis ini baru pertama kali terjadi sejak diberlakukannya Qanun nomor 6/2014 tentang hukum Jinayat.

“Di Aceh baru pertama kali kita tanggani kasus hubungan sesama jenis yang dilakukan oleh dua remaja,” ujarnya.

Dikatakan Marzuki, sebelum lahirnya qanun Jinayat ada dua kasus homoseksual yang ditangkap dan ditangani oleh pihak kepolisian.

Namun, karena tidak ada dasar hukum kedua pelaku
homoseksual itu dilepas.


“Dulu belum ada payung hukum, sehingga pelaku dilepas dan tidak bisa diproses,” katanya.

Kini, kedua pemuda tersebut dinilai telah melanggar Qanun Nomor 6/2014 tentang hukum jinaya h dan terancam hukuman cambuk sebanyak 100 kali.